Ada sekumpulan ingatan saya yang dulu sudah sempat di simpan rekam. yang sudah menua. tiba tiba mengirimkan sebuah penjelasan terbaru, membarukan. bahwa ingatan yang dulu di nilai indah itu kembali menyulutkan getaran getaran dan pesan pesan romantisnya. Rindu, lagi lagi kembali menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah terbuang untuk di habiskan, di ejawantahkan. Jejak kenyilnya-pun Menyimpan kebahagiaan, tangisan dan penjelasan yang tidak pernah tahu kapan rindu itu akan jeda untuk sekedar tidak menghukum.
Rindu, seperti sudah di rasakan saya dulu, merenangi setiap jejak malam saya yang tampak sepi jika tanpa kemunculan wajah wajah dia. Sekelabat bayangan wajah itu tak pernah mengundang spasi untuk berhenti menulis di palung hati. Mengukir lebih dalam tentang cerita dan kelanjutanya, memahat lebih tajam mengenai sekumpulan kisah awal dan akhirnya. Dan, rindu itu terlalu lama menghukum untuk sebagian orang yang sudah hilang di separuh jiwanya. Tak mengulang untuk kembali singgah di kata sederhananya. Ia hanya menyapa untuk jiwa jiwa manusia yang masih setia memanggil cinta.
Ah, nilai arti sederhanamu mengartikan dan menitipkan sisa sisa pesan yang memuntahkan beberapa jawaban. Satu dari jawaban yang terbaru adalah Menghukum. Terhukum rindu, kalau ada niat untuk segera di tulis setumpuk kertas buku, rasanya ada sisa yang lupa terbungkus untuk segera dibaca. Selalu meninggalkan lara dan luka, mungkin buntut akibat bekas hukumanya.
Biar saja kata rindu itu memperjelas dengan angka angka penjabaranya. Biar saja nada rindu itu menggaung sekarung rasa indah dan pahit getirnya. Semuanya akan di bersabda dengan sendirinya.
Yang merasa berbunga bunga pada hari itu adalah karena rindu, itu biasa. Yang merasa tersiksa pada hari sekarang karena rindu, itu juga biasa. Penjelasanya mengartikan kata maksudnya dengan penangkapan pikiranya masing masing. Untuk melipat waktu yang bakal dirindukan nanti, biarlah hukuman itu menjadi cara cara cinta dalam menjelaskan sejuta maknanya.
Rindu, seperti sudah di rasakan saya dulu, merenangi setiap jejak malam saya yang tampak sepi jika tanpa kemunculan wajah wajah dia. Sekelabat bayangan wajah itu tak pernah mengundang spasi untuk berhenti menulis di palung hati. Mengukir lebih dalam tentang cerita dan kelanjutanya, memahat lebih tajam mengenai sekumpulan kisah awal dan akhirnya. Dan, rindu itu terlalu lama menghukum untuk sebagian orang yang sudah hilang di separuh jiwanya. Tak mengulang untuk kembali singgah di kata sederhananya. Ia hanya menyapa untuk jiwa jiwa manusia yang masih setia memanggil cinta.
Ah, nilai arti sederhanamu mengartikan dan menitipkan sisa sisa pesan yang memuntahkan beberapa jawaban. Satu dari jawaban yang terbaru adalah Menghukum. Terhukum rindu, kalau ada niat untuk segera di tulis setumpuk kertas buku, rasanya ada sisa yang lupa terbungkus untuk segera dibaca. Selalu meninggalkan lara dan luka, mungkin buntut akibat bekas hukumanya.
Biar saja kata rindu itu memperjelas dengan angka angka penjabaranya. Biar saja nada rindu itu menggaung sekarung rasa indah dan pahit getirnya. Semuanya akan di bersabda dengan sendirinya.
Yang merasa berbunga bunga pada hari itu adalah karena rindu, itu biasa. Yang merasa tersiksa pada hari sekarang karena rindu, itu juga biasa. Penjelasanya mengartikan kata maksudnya dengan penangkapan pikiranya masing masing. Untuk melipat waktu yang bakal dirindukan nanti, biarlah hukuman itu menjadi cara cara cinta dalam menjelaskan sejuta maknanya.